Main Article Content

Abstract

KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) berusaha menempatkan Islam dalam konteks modern di Indonesia dalam wajah politik yang tidak monolitik, yang tidak menghadapkan strategi perjuangan umat dengan strategi pembangunan nasional. Artikel ini berusaha meneliti pemikirannya tentang hubungan Islam dengan Negara Pancasila. Peneriman Nahdatul Ulama (NU) terhadap asas tunggal Pancasila pada tahun 1984 dibawah kepemimpinan duet KH Ahmad Siddiq dan KH Abdurrahman Wahid merupakan kelanjutan historis dalam sejarah NU. Pada tahun 1936 NU menjustifikasi Hindia Belanda sebagai dar al-Islam (negeri muslim) karena adanya Lembaga Kepenghuluan (Het Kantoor voor Inlandsche zaken), suatu lembaga yang secara khusus mengurus kepentingan umat Islam, dan umat Islam memiliki kebebasan untuk menjalankan ajaran agamanya sebagai condition sine qua non bagi esksistensi negara. Islam melihat negara sangat penting untuk menghindari terjadinya anarkhi, tetapi Islam tidak mempunyai konsep kenegaraan. Karena itu umat Islam tidak bersikeras mendirikan negara Islam. Ada tiga alasan penerimaan umat Islam pada Negara Pancasila, yaitu alasan pluralitas bangsa Indonesia, justifikasi fiqih NU, dan tradisi keilmuan NU.

Keywords

Islam Negara Pancasila Hindia Belanda kebebasan anarkhi pluralisme fiqih NU tradisi keilmuan NU

Article Details

How to Cite
Rochmat, S. (2022). Pandangan KH Abdurrahman Wahid Tentang Islam dan Negara Pancasila. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 14(70), 182-198. https://doi.org/10.24832/jpnk.v14i70.3229

References

  1. Bisri, Cholil, 2000, “Pengantar” dalam Zaini Shofari Al-Raef dan Andri Taufik H (eds.) Membangun Demokrasi, Bandung: Rosda.
  2. Departemen Agama Republik Indonesia. 1989. Al Quran dan Terjemahan, Depag, Jakarta.
  3. Haidar, M. Ali, 1998, Nahdatul Ulama dan Islam di Indonesia: Pendekatan Fikih dalam Politik, Jakarta: Gramedia.
  4. Ma’arif, A. Syafi’i. 1994. “Al-Ghazali: Figur Anti Intelektualisme?”, ADIL, I, 14 Juli 1994.
  5. Wahid, Abdurrahman. 1989. “Kata Pengantar” dalam Einar Martahan Sitompul. NU dan Pancasila, Jakarta: Sinar Harapan.
  6. _______. 1991. “Pancasila sebagai Ideologi dalam Kaitannya dengan Kehidupan Beragama dan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa”, dalam Oetojo Oesman dan Alfian (eds.). Pancasila sebagai Ideologi, Jakarta: BP 7 Pusat.
  7. _______. 1998. “Islam, Anti-Kekerasan, dan Transformasi Nasional”, dalam Glenn D. Paige, Chaiwat Satha Anand, dan Sarah Gilliatt (eds.) Islam Tanpa Kekerasan, a.b. M. Taufiq, Yogyakarta: LKiS.
  8. _______. 1999, Prisma Pemikiran Gus Dur, Yogyakarta: LkiS.
  9. _______. 2000a. “Islam: Punyakah Konsep Kenegaraan?” dalam Shaleh Isre ed. Tuhan Tidak Perlu Dibela, Yogyakarta: LkiS.
  10. _______. 2000b. Membangun Demokrasi, Bandung: Rosda.
  11. _______. 2000c. Gus Dur Menjawab Perubahan Zaman, Jakarta: Kompas.
  12. _______. 2004. “Islam, Ideologi dan Etos Kerja di Indonesia”, dalam http://media.isnet.org/islam/Paramadina/Konteks/EtosKerja.html
  13. September 2004>