Main Article Content

Abstract

Rendahnya pertumbuhan ekonomi akibat krisis ekonomi yang terjadi menyebabkan meningkatnya insiden kemiskinan di negara ini. Peningkatan insiden kemiskinan sangat mungkin berlangsung melalui kenaikan harga-harga (khususnya komoditi makanan) karena depresiasi rupiah yang drastis, kontraksi sektor formal yang kemudian berakibat pada menjamurnya kebangkrutan usaha-usaha ekonomi, meningkatnya pengangguran terbuka dan memburuknya prospek pasar kerja di sektor informal perkotaan, melemahnya permintaan barang dan jasa, serta penurunan drastis produksi pertanian. Kesemuanya itu pada gilirannya berakibat pada penurunan tingkat pendapatan dan daya beli sebagian besar penduduk, khususnya kelompok dengan pendapatan rendah, baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan. Rendahnya daya beli masyarakat terhadap makanan menyebabkan semakin besarnya masalah gizi (gizi buruk) khususnya pada anak usia bawah Lima tahun (balita).

Article Details

How to Cite
M.Si, Y. S. (2007). KETERKAITAN ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI, KEMISKINAN, DAN STATUS GIZI BALITA DI INDONESIA. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 13(65), 287-299. https://doi.org/10.24832/jpnk.v13i65.337

References

  1. Biro Pusat Statistik dan United Nation Development Programme (1999). Crisis, Poverty and Human Development in Indonesia 1999. Jakarta: BPS­ UNDP.
  2. Dornbusch, R. dan Fischer, S. 1996. Makroekonomi. (Alih bah as a: J .A. Mulayadi). Jakarta: Erlangga.
  3. http://www.republika.eo.id/98 l 0/13/htm. Akibat Rawan Pangan Penderita Kurang Gizi pada bayi dan !bu Hamil Meningkat.
  4. Hardinsyah. 2005. Masalah Gizi Buruk, Penyebab dan Dampaknya. Makalah dalam Semiloka Nasional: Memerangi Gizi Buruk dari Perspektif Gender. Bogor: Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat. IPB.
  5. Irawan, P.B. dan Romdiati, H. 2000. Dampak Krisis Ekonomi terhadap Kemiskinan dan Beberapa Implikasinya untuk Strategi Pembangunan. Jakarta: Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII. LIPI.
  6. Irawan, P.B. 1998. Analisis Studi Data Kualitatif: Hasil Survei Dampak Krisis
  7. Terhadap Ketahanan Ekonomi Rumahtangga di Pedesaan. Jakarta: BPS­ UNDP.
  8. Irawan, P.B. 1999. Anal is is Perkembangan dan Dimensi Kemiskinan. Jakarta: BPS-UNDP.
  9. Jahari, A.B. dan Sumamo. 2002. Status Gizi Penduduk Indonesia. Artikel dalam Majalah Pangan, Media Komunikasi dan Informasi. Jakarta: Puslitbang Bulog.
  10. Jahari, A.B., Sandjaja, S.H., Soekirman, I.J., Jalal, F., Latief, D., danAtmarita. 2000. Status Gizi Balita di Indonesia Sebelum dan Selama Kris is. Jakarta: Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII. LIPI.
  11. Julianery, B.E. 2002a. Produk Domestik Bruto. Makalah dalam Indonesia dalam Krisis 1997-2002. Jakarta: Kompas.
  12. Julianery, B.E. 2002b. Suku Bunga Simpanan Berjangka: Menghimpun Dana dengan Iming-iming Bunga. Makalah dalam Indonesia dalam Krisis 1997-2002. Jakarta: Kompas.
  13. Julianery, B.E. 2002c. Rupiah Jatuh Bebas. Makalah dalam Indonesia dalam Krisis 1997-2002. Jakarta: Kompas.
  14. Julianery, B.E. 2002d. Irflasi: Harga melangit. Makalah dalam Indonesia dalam Krisis 1997-2002. Jakarta: Kompas.
  15. Kompas. 2003a. Enam Syarat untuk Pertumbuhan 5-6 Pers en. Edisi 5 Februari 2003, Jakarta.
  16. Kompas. 2003b. Kenaikan Harga Bahan Pokok Perparah Kondisi Balita
  17. Gizi Buruk. Edisi 18 Januari 2003, Jakarta.
  18. Media Indonesia. 2002a. 30% Penduduk Kalteng Hidup di Bawah Garis Kemiskinan. Edisi 7 November 2002, Palangkaraya (http://www.mediaindonesia.co.id/ 0211/07 .htm.
  19. Media Indonesia. 2002b. Sebanyak 19.978 Orang Warga Steman Bergizi Buruk. Edisi 26 September 2002, Yogyakarta (http://www.mediaindonesia.co.id/0209/ 26.htm.
  20. Pikiran Rakyat. 2002. 16 Juta Penduduk Jabar Miskin. Edisi 31 Desember 2002 (http://www.pikiranrakyat.eo.id/0212/3 l .htm).
  21. Saifullah, A. 2002. Badan Penyangga Kebijaksanaan Pasar Hasil-Hasil Pertanian dalam Usaha Menciptakan Ketahanan Pangan. Artikel dalam Majalah Pangan, Media Komunikasi dan Informasi. Jakarta: Puslitbang Bulog.
  22. Soekirman. 2000. I/mu Gizi dan Ap/ikasinya. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional.